A. Muqaddimah
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” QS At-Taubah : 128
Muhammad SAW diutus sebagai Nabi dan Rasul di tengah kondisi kehidupan yang problematik. Begitu gelapnya kehidupan hampir-hampir tidak ada manusia yang menemukan jalan keluar dari krisis multidimensi. Nabi diutus untuk memberi solusi mendasar terhadap segala problematika hidup manusia. Nabi merasakan betul betapa berat penderitaan manusia yang berjalan dalam kehidupan tanpa petunjuk. Dua puluh tiga tahun lamanya melalui bimbingan wahyu yang turun secara bertahap Nabi membawa ummatnya menjalani kehidupan yang ideal. Setelah itu Nabi dipanggil Allah dan mewariskan 2 pusaka yaitu Al-Quran dan As-Sunnah, yang akan membawa manusia selamat dari kesesatan selama-lamanya.
Melalui rentang waktu 15 abad lamanya sampailah Islam ini kepada kita. Di sisi lain sebagian besar manusia kembali jatuh dalam kegelapan. Mereka mengalami penderitaan yang sangat berat. Rutinitas hidup telah menjerat, membelit, dan membelenggu. Lingkaran setan ini berawal dan berakhir pada satu ujung, materialisme. Yang dilakukan oleh manusia kemudian adalah bekerja keras untuk memenuhi berbagai tuntutan kebutuhan hidup sebagai sarana mencapai kebahagiaan. Tetapi realitas kehidupan menunjukkan
banyak orang yang telah mencapai puncak kesuksesan tetapi hidup terasa hambar. Semua sibuk. Tetapi sayangnya kebanyakan orang sibuk memikirkan dan memenuhi kepentingan diri sendiri. Yang terlihat di depan matanya adalah tuntutan-tuntutan berbagai kebutuhan hidup yang harus diselesaikan. Tidak ada kesempatan untuk berpikir lain. Apakah kesibukannya itu terkait dengan tujuan hidup yang ingin dicapai? Orang tidak peduli! Bahkan banyak orang yang menjalani hidup tanpa tujuan!
banyak orang yang telah mencapai puncak kesuksesan tetapi hidup terasa hambar. Semua sibuk. Tetapi sayangnya kebanyakan orang sibuk memikirkan dan memenuhi kepentingan diri sendiri. Yang terlihat di depan matanya adalah tuntutan-tuntutan berbagai kebutuhan hidup yang harus diselesaikan. Tidak ada kesempatan untuk berpikir lain. Apakah kesibukannya itu terkait dengan tujuan hidup yang ingin dicapai? Orang tidak peduli! Bahkan banyak orang yang menjalani hidup tanpa tujuan!
Semua yang terlibat dalam sistem itu akan merasakan dampaknya. Persaingan yang demikian hebat, telah menghilangkan rasa manusiawi. Siapa yang lambat akan tergilas, runtuh dan digantikan yang lain. Orang menjalani hidup bukan untuk sebuah nilai tetapi untuk kepentingan ego diri sendiri. Maka ketika itu tidak didapatkan ia akan menempuh segala cara untuk menjatuhkan orang lain. Orang akan jatuh dari satu kejahatan kepada kejahatan lain.
Semua gejala itu mendorong orang untuk mencari jalan melepaskan diri dari pengaruhnya. Banyak orang yang mencari alternatif ke arena-arena hiburan. Apa yang mereka dapatkan? Ketenangan, kejernihan berpikir, atau ketajaman wawasan? Apakah di kelab-kelab malam itu letaknya obat penghilang penat? Atau di sana beban pikiran akan terkurangi satu per satu? Atau di panti pijat penawar kehausan ruhani itu dijanjikan?
Bukan! Justru arena-arena hiburan itu akan menambah permasalahan, membebani otak, dan menumpuk berbagai permasalahan baru. Di sana kerakusan nafsu dan keberingansan hewani akan terpupuk. Sama sekali itu bukan obat, melainkan racun. Hiruk pikuk yang ada selama ini, kebisingan suasana dan kesibukan yang menguras waktu dan tenaga, urusan-urusan materi yang tak pernah habis, semua tertumpuk di sana. Bahkan jauh lebih ruwet lagi.
Kondisi kehidupan seperti ini hendaknya menyadarkan kita untuk mengambil tanggung jawab, mengajak manusia ke jalan yang lurus. Membebaskan mereka dari berbagai belenggu kehidupan.
B. Kembali kepada Ajaran Islam
Disadari atau tidak berbagai kerumitan hidup yang dialami manusia saat ini terjadi akibat cara hidup yang mengikuti ajaran-ajaran yang menyimpang dari fitrah manusia. Fredriech Nietczhe meneriakkan “God is Dead” yang kemudian diamini sebagian besar manusia dalam praktek kehidupannya. Karl Marx mengajarkan bahwa materi adalah dasar dari semua realitas. Seluruh aktivitas hidup manusia didorong oleh naluri pemenuhan kebutuhan materi atau ekonomi. Sigmund Freud mengatakan bahwa bukan materi yang menjadi ujung pencarian manusia melainkan pemenuhan kebutuhan seksual. Itulah puncak tujuan hidup. Teori Darwin yang kemudian dibawa ke teori sosial telah menciptakan ketegangan demi ketegangan dalam kehidupan. Menurutnya, hidup adalah sebuah pertarungan yang akan dimenangkan oleh si kuat. Hukum alam mengajarkan si lemah harus dihancurkan dan dimusnahkan.
Islam sebagai sistem kehidupan pada tujuan paling mendasarnya mengajak manusia kembali kepada keadaan fitrahnya, suatu keadaan yang di dalamnya terdapat kesadaran akan jati diri manusia. Pada kondisi inilah manusia merasakan puncak kebahagiaan karena kehendaknya menyatu dengan kehendak Penciptanya.
Islam adalah ajaran bagi totalitas manusia dan semua fase kehidupan. Islam bukan hanya untuk jasad manusia tetapi juga ruhnya, bukan hanya untuk pikirannya tetapi juga perasaannya, bukan hanya untuk nafsunya tetapi juga nuraninya. Islam menyertai perkembangan hidup manusia semenjak masih dalam kandungan, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan sampai masa tua. Islam adalah syariat bagi manusia pada semua sektor kehidupan dan segala aktifitas kemanusiaannya. Maka, Islam tidak pernah meninggalkan satu aspekpun dari aspek-aspek kehidupan manusia kecuali Islam mempunyai sikap di dalamnya. Syariat Islam mencakup tata aturan bagi individu dalam hubungannya dengan Tuhannya maupun dalam hubungan dengan sesama manusia dan kehidupan dunia ini. Singkatnya, Islam inilah jawaban terhadap seluruh problematika hidup manusia.
C. Konsep Dasar
Semua orang ingin bahagia, bahkan kebahagiaan merupakan puncak tujuan hidup. Selama ribuan tahun, para ahli pikir, telah sibuk membincang tentang kebahagiaan. Kamus The Oxford English Dictionary (1963) mendefinisikan ”happiness” sebagai: Good fortune or luck in life or in particular affair; success, prosperity; nasib baik atau keberuntungan dalam hidup atau dalam urusan tertentu; kesuksesan, kemakmuran. Dalam pandangan ini, kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersifat kondisional. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Tidak ada yang abadi. Manusia terus mengejar kebahagiaan, tanpa merasa puas dan menetap dalam suatu keadaan.
Islam memberi solusi mendasar bagaimana manusia bisa mencapai tujuan hakikinya, mancapai bahagia tanpa batas. Awwaluddiin ma’rifatullah. Mengenal Allah adalah awal dan dasar dari beragama. Pangkal dan ujung seluruh perkara manusia bergantung sepenuhnya kepada seberapa dalam ia mengenal Penciptanya dan seberapa dekat ia menjalin hubungan dengan-Nya.
Menurut al-Ghazali, manusia akan mencapai puncak kebahagiaan bila sudah mencapai ma’rifatullah atau sudah mengenal Allah. Kebahagiaan adalah kondisi hati, yang dipenuhi dengan keyakinan (iman), dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahan kan keimanan nya, meskipun dalam kondisi disiksa. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan.
Kita bisa mengenal Allah SWT, melalui ayat-ayat atau pertanda-pertanda-Nya, baik yang bersifat kauniyah maupun qauliyah. Fungsi dari ayat-ayat adalah mengantarkan kepada yang membuat dan memiliki ayat atau pertanda tersebut, yaitu Allah SWT. Ayat-ayat kauniyah adalah pertanda-pertanda Allah yang ada di alam semesta dan diri manusia sendiri. Ayat-ayat qauliyah adalah rangkaian wahyu (Al-Qur’an) dan penjelasannya (As-Sunnah).
Ma’rifatullah adalah buah dari ilmu. Tujuan utama dari upaya pencarian ilmu, yaitu mengenalkan manusia kepada Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dari proses ini akan lahir kalimat tauhid Laa ilaha illa Allah, yang mana seluruh bangunan peradaban Islam di bangun di atasnya.
Inilah yang disebut sebagai ilmu yang mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan. Manusia-manusia yang berilmu seperti inilah yang hidupnya bahagia dalam keimanan dan keyakinan; yang hidupnya tidak terombang-ambing oleh setiap keadaan. Dalam kondisi apa pun, hidupnya bahagia, karena dia sudah mengenal Allah, ridha dengan keputusan Allah, dan berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang diturunkan melalui utusan-Nya. Fa laa khaufun ’alaihim wa laa hum yahzanuun.
Hidupnya hanya mengacu kepada Allah, dan tidak terlalu peduli dengan reaksi manusia terhadapnya. Alangkah indah dan bahagianya hidup semacam itu; bahagia dunia dan akhirat. Keyakinan adalah harta yang sangat mahal dalam hidup. Dengan keyakinan itulah, kata Iqbal, seorang Ibrahim AS rela menceburkan dirinya ke dalam api. Karena itu, kata penyair besar Pakistan ini, hilangnya keyakinan dalam diri seseorang, lebih buruk dari suatu perbudakan.
Sebagai orang Muslim, kita tentu mendambakan hidup bahagia semacam itu; hidup dalam keyakinan; mulai dengan mengenal Allah dan ridha menerima keputusan-keputusan-Nya, serta ikhlas menjalankan aturan-aturan-Nya. Kita ingin, bahwa kita merasa bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain, dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar ma’ruf nahi munkar.
D. Konsep Pelatihan Super Life Revolution
Pelatihan ini menggunakan konsep pengembangan sumber daya manusia dengan pendekatan religi. Melalui pelatihan ini diharapkan peserta lebih mengenal Tuhannya, mengenal dirinya, mengenal dunianya dan mengenal akhiratnya sebagai bekal untuk menghadapi berbagai problem kehidupan. Semua materi diarahkan pada proses membangun cara pandang (paradigma) yang benar terhadap konsep-konsep dasar seperti konsep tentang tuhan, kehidupan dunia, hari akhir penciptaan manusia, alam semesta, kebenaran, kebahagiaan, kebaikan, dan lain-lain.
Konsep-konsep dasar inilah yang membentuk pandangan hidup Islam. Segala tindakan manusia, baik maupun buruk, sangat dipengaruhi oleh cara pandang seseorang terhadap suatu masalah. Cara pandang atau visi manusia tentang apa yang terdapat dalam alam semesta pada umumnya dipengaruhi oleh faktor yang dominan dalam kehidupannya. Faktor itu boleh jadi bersumber dari budaya, agama, kepercayaan, tata nilai masyarakat atau lainnya. Jadi pandangan hidup adalah faktor dominan dalam diri manusia yang menjadi penggerak dan landasan bagi aktifitas seluruh kegiatan kehidupan manusia. Perubahan apapun tanpa menyentuh perubahan cara pandang hanya akan berujung pada kesia-siaan.
Cara pandang yang benar terhadap konsep-konsep dasar di atas akan memberi pengaruh positif untuk membentuk pribadi manusia yang baik, yang akan memberi manfaat pada dunia di sekitarnya di manapun ia berada. Pada tahap selanjutnya, manusia-manusia yang telah tercerahkan ini akan senantiasa memberikan karya terbaik dalam kehidupan dunia sebagai konsekuensi keyakinan akan adanya hari perhitungan ketika ia kembali menghadap pencipta-Nya.